Senin, 15 Maret 2010

Sejarah Perkembangan ,Pokok-pokok Tari dan Jenis Topeng Cirebon


Sebagai hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung pesan – pesan terselubung, karena unsur – unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia seperti kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa.
Dalam hubungan itu, tidaklah mengherankan bahwa Tari Topeng Cirebon dapat dijadikan media komunikasi untuk dimanfaatkan secara positif.
Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam, Sultan Cirebon; Syekh Syarif Hidayatulah yang juga seorang anggota Dewan Wali Sanga yang bergelar Sunan Gunung Jati, bekerja sama dengan Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng dan 6 (enam) jenis kesenian lainnya sebagai bagian dari upaya penyebaran agama Islam dan sebagai tontonan dilingkungan Keraton. Adapun Keenam kesenian tersebut adalah Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Jauh sebelum Tari Topeng masuk ke Cirebon, Tari Topeng tumbuh dan berkembang sejak abad 10 –11 M. Pada masa pemerintahan Raja Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu Panji Dewa. Melalui seniman jalanan ( pengamen ) Seni Tari Topeng masuk ke Cirebon dan kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian rakyat setempat.

Dalam perkembangannya di masyarakat umum, Tari Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Topeng Babakan atau dinaan. Adapun kekhususan dari perkembangan Tari Topeng di masyarakat umum tersebut adalah berupa penampilan 5 atau 9 Topeng dari tokoh –tokoh cerita panji.


Pokok - Pokok Tari Topeng


Pokok – pokok Tari Topeng Cirebon ada 9 (sembilan) gerakan yaitu: Adeg – adeg
  1. Adeg-adeg
  2. Pasangan
  3. Capang
  4. Banting Tangan
  5. Jangkung Ilo
  6. Godeg
  7. Gendut
  8. Kenyut
  9. Nindak / Njanda
Kesembilan gerakan tersebut adalah disesuaikan dengan lubang yang terdapat pada tubuh manusia, yaitu sebagai berikut :
  • Dua lubang mata
  • Dua lubang telinga
  • Dua lubang hidung
  • Dua lubang pelepasan (depan dan belakang )
  • Satu lubang mulut

Arti dari kesembilan gerakan tersebut yaitu :
1. ADEG –ADEG (berdiri ) : Artinya kita harus berdiri dengan kokoh agar tidak tergoyahkan.
2. PASANGAN : Artinya kita senantiasa memberikan suri tauladan kepada orang lain dengan berbuat kebajikan dan kebaikan.
3. CAPANG : Artinya agar kita selalu ringan tangan memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan.
4. BANTING TANGAN : Artinya kita harus senantiasa bekerja keras.
5. JANGKUNGILO : Artinya mengukur keinginan kita dengan kemampuan yang ada.
6. GODEG : Artinya geleng kepala. Maknanya apabila kita melihat saudara kita sesama manusia yang sedang di landa kesusahan kita senantiasa menggelengkan kepala dan kemudian menolongnya sesuai kemampuan.
7. GENDUT : Artinya dalam hidup ini kita jangan gemuk sendiri karena masih banyak saudara – saudara kita yang kekurangan dan hidup dibawah garis kemiskinan.
8. KENYUT : Artinya Kepincut. Maknanya kita harus kepincut kepada hal – hal yang sifatnya positif dan konstruktif.
9. NINDAK / NJANGKA : Artinya bertindak atau berbuat. Maknanya kita senantiasa harus berbuat kepada jalan yang diridhoi Allah SWT.


Jenis-Jenis Topeng


1.Panji :
Menggambarkan kesucian manusia yang baru lahir. Gerakannya halus dan lembut. Tidak seluruh tubuh digerakan.
2. Samba atau Pamindo :
Melambangkan kelincahan manusia dimasa kanak-kanak. Sikapnya lincah dan lucu tetapi juga luwes.
3. Rumyang :
Menggambarkan kehidupan seorang remaja pada masa akil baligh.
4. Tumenggung atau Patih :
Menggambarkan manusia yang sudah menginjak dewasa dan telah menemukan jati dirinya. Sikapnya tegas, berkepribadian, bertanggung jawab dan memiliki jiwa korsa yang Paripurna.
5. Kelana atau Rahwana :
Melambangkan sifat angkara murka yang terdapat dalam manusia.

Topeng Panji

Topeng Panji
Akronim dari kata MAPAN ning kang SIJI, artinya tetap kepada yang satu atau Esa. Tiada Tuhan selain Allah Swt.

Topeng Samba

Topeng Samba
Berasal dari kata SAMBANG atau SABAN yang artinya setiap. Maknanya bahwa setiap waktu kita diwajibkan mengerjakan segala Perintah- NYA. Sedangkan Pamindo artinya Diduakalikan (Dipindoni), maknanya bahwa disamping mengerjakan perintah – NYA, kita juga perlu melaksanakan hal –hal yang sunnah

Topeng Rumyang

Topeng Rumyang
Berasal dari kata Arum / Harum dan Yang / Hyang (Tuhan).Maknanya bahwa kita senantiasa mengharumkan nama Tuhan yaitu dengan Do’a dan dzikir

Topeng Temenggung

Topeng Temenggung
Memberikan kebaikan kapada sesama manusia, saling menghormati dan senantiasa mengembangkan silih Asah, Silih Asih dan Silih Asuh

Topeng Klana

Topeng Klana
Kelana artinya Kembara atau Mencari. Bahwa dalam hidup ini kita wajib berikhtiar


Sumber http://kerajinan-topeng-cirebon.blogspot.com/

MAKANAN KHAS CIREBON


Cirebon, sebuah kota yang terletak di ujung pantai utara Jawa Barat, lokasinya sendiri berdekatan dengan perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah. Kota Cirebon cukup terkenal dengan wisata budaya berupa keraton, wisata ziarah, kesenian Tari Topeng dan Musik Tarling ataupun Batik Trusmi. Tentunya yang tidak dapat anda lewatkan adalah sajian masakan khasnya. Pada kunjungan kali ini kita akan mengkhususkan pada ragam kuliner khas Kota Cirebon.
Banyak sekali kekhasan yang bisa kita temui dari sederet daftar masakan khas Kota Cirebon yang umumnya bercitarasa asin dan pedas, bagi anda yang memang penyuka cita rasa ini makanan dari Cirebon mungkin cocok dengan lidah Anda. Diantara sekian banyak daftar kuliner yang ada di Kota Cirebon kita akan tampilkan beberapa menu yang cukup khas yang bisa dijadikan referensi jika anda berkunjung ke kota ini.

Empal Gentong
Makanan ini mirip dengan gulai dan dimasak dengan cara tradisional menggunakan kayu bakar (dari ohon mangga) di dalam gentong atau periuk tanah liat. Dinamakan empal gentong karena cara memasaknya yang khas menggunakan gentong. Isinya sendiri merupakan empal yang terdiri dari potongan-potongan daging. Daging yang umum digunakan adalah usus, babat dan daging sapi. Empal gentong berasal dari desa Battembat, kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon. Makanan yang berkuah kental dan bersantan ini serta dipenuhi dengan daging dan di taburi dengan irisan daun kucai ini sungguh lezat. Teman makannya adalah nasi ataupun lontong. Anda tinggal pilih mana yang lebih anda suka. Sambal empal gentong juga sangat unik berupa saripati cabai merah kering yang ditumbuk halus. Hati-hati jika menggunakannya karena rasanya cukup pedas. Empal gentong yang cukup terkenal adalah Empal Gentong Mang Darma lokasinya di Jl. Slamet Riyadi.

Sega Jamblang
Sega Jamblang atau Nasi Jamblang. Nama Jamblang berasal dari nama daerah di sebelah barat kota Cirebon tempat asal pedagang makanan tersebut. Sega Jamblang pada awalnya sebenarnya diperuntukan bagi para pekerja paksa pada zaman Belanda yang sedang membangun jalan raya Daendels dari Anyer ke Panarukan yang melewati wilayah Kabupaten Cirebon, tepatnya di Desa Kasugengan. Ciri khas makanan ini adalah penggunaan daun Jati sebagai bungkus nasi. Dibungkus dengan daun jati, tujuannya agar bisa tahan lama dan tetap terasa pulen. Hal ini karena daun jati memiliki pori-pori yang membantu nasi tetap terjaga kualitasnya meskipun disimpan dalam waktu yang lama. Penyajian Nasi Jamblang bersifat prasmanan menggunakan meja rendah yang dikelilingi bangku panjang untuk duduk pembeli. Makanan digelar dengan menggunakan wadah-wadah yang masih tradisional. Penjual akan menyodorkan nasi yang dibungkus daun jati kemudian kita tinggal mengambil sendiri lauk pauk yang ingin dimakan. Aneka pilihan antara lain sambal goreng, paru, semur hati/daging, perkedel, sate kentang, telur, ikan asin, tahu dan tempe otak goreng dan sambel cabe merah, tidak ketinggalan blakutak, sejenis cumi-cumi yang dimasak bersama tintanya. Walaupun menunya sangat beraneka ragam, namun harga makanan ini relatif sangat murah. Nasi Jamblang yang cukup tersohor, adalah Nasi Jamblang „Mang Dul‟ yang berlokasi di Gunung Sari dekat lampu merah ke arah jalan Tuparev.

Tahu Gejrot:
Makanan berupa tahu yang di potong kecil-kecil ditaruh di atas piring kecil terbuat dari tanah liat kemudian disajikan dengan bumbu gula merah, cabai serta bawang merah dan bawang putih yang diulek. Dinamakan tahu gejrot sebab bumbu cair yang digunakan sebagai penyedap dialirkan lewat botol dengan cara diguncangkan sehingga timbul bunyi “gejrot” berulang kali. Dalam penggunaan tahu, jenis tahu yang digunakan sejenis tahu Sumedang tapi dengan isinya yang jauh lebih sedikit sehingga terlihat kosong. Cara menyantapnya cukup unik yaitu dengan ditusuk dengan biting (potongan lidi). Para pedagang tahu gejrot ini biasanya menggunakan pikulan bagi penjual laki-laki untuk membawa barang dagangannya. Atau menggunakan tampah yang diusung di atas kepala bagi penjual wanita. Tahu Gejrot yang cukup terkenal ada di jalan lemah wungkuk dekat pasar kanoman. Disini di sediakan juga paket untuk dibawa keluar kota, dikemas dalam plastik tinggal bawa , tahu dan bumbu dipisah

Bubur Sop:
Kita biasa mengenal Bubur Ayam dengan cara penyajian yang umumnya telah kita ketahui. Namun terasa ada yang unik dengan penyajian Bubur ala Cirebon yang di beri nama Bubur Sop. Makanan ini merupakan kombinasi dari bubur ayam dan Sayur Sop. Bubur Disajikan diatas mangkuk dengan di beri bumbu dan Isiannya berupa kol, daun bawang, tauco yang dituangi kuah sop dari kaldu sapi dan ditaburi suwiran ayam serta kerupuk. Disajikan panas-panas, rasanya cukup nikmat dan lebih enak jika disantap pada malam hari. Kelezatan Bubur Sop bisa anda nikmati di Bubur Sop Mang Ipin lokasinya di Jalan Raya Plumbon-Sumber KM 1.

Sate Kalong:
Jangan salah sangka atau malah bergidik ngeri membayangkan jenis makanan satu ini. Sate kalong bukanlah jenis sate yang menggunakan bahan utama daging kelelawar. Sate ini menggunakan daging kerbau. Disebut sate kalong hanya sebagai istilah karena penjualnya yang doyan melek sampai malam karena penjualnya hanya berjualan pada malam hari. Cara berjualan sate ini menggunakan pikulan dan penjualnya menggunakan bebunyian semacam „krincingan‟ untuk memanggil pembelinya dikenal juga dengan nama “klonongan”, klonongan ini biasanya sering di pasang di leher kerbau. Cara penyajiannya daging kerbau yang sudah di olah dengan bumbu dan di tusuk dengan sujen. Ada dua macam rasa, yaitu manis dan asin. Sate Kalong yang nikmat bisa anda coba di Lemah Wungkuk dekat Toko Manisan Shinta jam 16.00 sampe jam 19.00 kerena lewat dari jam tersebut anda kehabisan.

Docang:
Makanan khas yang merupakan perpaduan dari lontong, daun singkong, toge, krupuk dengan deberi kuah isian berupa bumbu oncom atau biasa juga di sebut dengan dage semacam tempe gembos yang telah dihancurkan. Atasnya di beri parutan kelapa muda. Rasanya cukup unik dengan rasa khas kuah oncom, nikmat apabila disajikan dalam keadaan panas.




Nasi Lengko:
Nasi lengko dalam bahasa Indonesia. Makanan khas yang cukup sederhana ini sarat akan protein dan serat serta rendah kalori. Penyajiannya berupa nasi putih yang panas, tempe goreng, tahu goreng, mentimun segar yang telah dicacah, tauge rebus, irisan daun kucai, bawang goreng, bumbu kacang (seperti bumbu rujak) terakhir di beri kecap manis dan disiramkan ke atas semua bahan. Lebih enak lagi dimakan dengan ditemani krupuk aci yang putih. Untuk menambah selera makan, bisa juga disajikan dengan ditambah 5 atau 10 tusuk sate kambing yang disajikan secara terpisah di piring lain. Penjual Nasi Lengko yang lumayan laris dan ramai pembeli salah satunya adalah di Jl. Pagongan. Warung milik H. Barno.

Mie Koclok:
Mie kuning yang disajikan dengan toge, kol, suwiran daging ayam, telor lalu disiram dengan kuah santan. Nikmat disajikan panas-panas. Disebut mie koclok karena sebelum di sajikan, mienya di rendam dulu di air panas pake tangkai saringan, setelah beberapa menit trus di angkat dan di koclok-koclok supaya airnya jatuh. Mie Koclok yang cukup terkenal adalah kedai di lawanggada namanya “Mie Koclok Lawang Gada” .



 Oleh-Oleh Cirebon
Cirebon sangat terkenal dengan sebutan Kota Udang, tentu saja rasanya kurang lengkap jika Anda tidak membeli oleh-oleh makanan khas yang terbuat dari udang seperti kerupuk udang, terasi, kecap sampai abon yang terbuat dari udang maupun ikan asin. Oleh-oleh khas lainnya adalah krupuk mlarat, dengan bentuk seperti tali rapia yang ruwet dengan beragam warna, merah mudah, kuning, putih, dan hijau. Krupuk mlarat ini digoreng tidak memakai minyak goreng, tapi memakai pasir yang sudah dibersihkan terlebih dahulu, yang melalui proses pengeringan, dan penyaringan dengan cara di ayak.
Yang manis sebagai oleh-oleh adalah Minuman khas Cirebon, namanya Sirop Tjap Boeah Tjampolay. Dengan bahan alami gula asli, bukan pemanis buatan. Dikemas dalam botol. Terdiri dari beberapa rasa jeruk nipis, asem, nanas, dan yang paling enak adalah rasa pisang susu. Warna sirupnya juga khas merah, kuning dan hijau. Label pada botolnya cukup unik dengan gambar khas buah Tjampolay Kembar yang digambar tangan. Untuk Anda pecinta batik dan mengincar batik Cirebon. Anda bisa mengunjungi Desa Trusmi, jaraknya sekitar 5 kilometer dari pusat kota Cirebon. Selain aneka batik, disini Anda juga bisa berburu kerajinan tangan seperti topeng khas Cirebon
Rasanya lengkap sudah perburuan kali ini, puas bersantap dengan aneka makanan khas kota Cirebon. Tak ketinggalan oleh-oleh sebagai buah tangan untuk kerabat dan keluarga tercinta. Sebagai penutup dan saran yang mungkin berguna, udara Kota Cirebon cukup panas amat disarankan agar anda melengkapi diri dengan topi, kacamata ataupun payung. Pastikan anda mengenakan pakaian yang nyaman dan menyerap keringat. Anda tak mau bukan jika kenyamanan anda dalam menikmati wisata kuliner ini menjadi terganggu karena anda merasa tidak nyaman.
Diolah oleh : Halimi,SE,MM.
Sumber : http://smak1cirebon.com/download/makanan%20khas%20cirebon.pdf
Gambar : Google

Labuh Saji Nalayan Mundu Pesisir Cirebon

Dari Instalasi Menuju Ilahi
OlehMatdon

Upacara buang saji atau labuh saji atau nyadran atau nadran atau pesta laut merupakan peristiwa budaya yang biasa dilakukan masyarakat nelayan, dan bukan merupakan seni pertunjukan. Namun, ketika upacara labuh saji ini dilakukan masyarakat nelayan laut Mundu Pesisir Cirebon, maka labuh saji menjadi sebuah seni pertunjukan dan peristiwa budaya yang besar dan menakjubkan.
Dalam upacara labuh saji yang diselenggarakan Ahad (13/7), untuk yang pertama kalinya dalam kurun waktu ratusan tahun, masyarakat nelayan yang notabene merupakan rakyat pinggiran dapat merasakan kesejukan Keraton Kasepuhan Cirebon. Taman Keraton yang luas tetapi kurang terawat itu menjadi tempat berkumpulnya para nelayan yang membawa berbagai hiasan dengan segala bentuk, labuh saji diikuti oleh lebih dari 300 perahu nelayan, biasanya hanya diikuti kurang dari 100 perahu.
Peristiwa ini harus diakui sebagai sejarah tradisi pesisir yang berasal dari anyaman nilai-nilai yang sangat dinamis kelautan, daan merupakan gabungan berbagai elemen masyarakat pesisir yang menjadi ciri dari kebudayaan pantai, dikemas dalam bentuk ritus sosisal. Konon, masyarakat nelayan sejak zaman kerajaan kerajaan, sangat sulit untuk ditaklukkan untuk memperluas kerajaan, di mana pun, di nusantara ini. Selain itu, masyarakat nelayan merasa kehidupan mereka tidak diperhatikan oleh pihak kerajaan (Keraton).
Minggu kemarin, ”keterpisahan” antara Keraton dan nelayan tidak tampak lagi. Sejarah yang panjang itu seakan terpupus dengan kegiatan Sukur Pesisiran yang diselenggarakan ALIF (Aliansi Indonesia Festival), dan ajang ini menjadi sebuah kekuatan gaib yang mempersatukan mereka. Demokrasi budaya terwujud tanpa sengaja, dan perhelatan budaya ini menjadi menarik dan menjadi sebuah pertunjukan langka.
Upacara labuh saji sendiri sebenarnya sudah lama dilakukan masyarakat nelayan Mundu Pesisir. Setiap tahun mereka menyelenggarakannya, tapi kali ini menjadi lain. Peristiwa pertama dalam sejarah, saat para nelayan menginjakkan kaki mereka di taman Keraton Kasepuhan harus dicatat dalam ingatan kolektif. Putra Mahkota Keraraton, Raja Pangeran Arif Natadiningrat SE, hari itu benar-benar berbaur dengan kaum nelayan.
Helaran atau arak-arakan menampilkan 21 kesenian khas Cirebon, seperti Dayak Sumbu, Genjring Santri, Tarling Obrog, Topeng Mbeling, Barongsay, Ronggeng Bugis dan lain-lain. Tradisi ini, mungkin hal biasa pula bagi mereka, tapi karya yang mereka buat, seperti membuat sebuah gerobak berisi dua wanita yang sedang hamil didorong oleh seorang laki-laki, di atas gerobak tertulis ”Akibat Pergaulan Bebas”, menjadi sebuah instalasi yang tidak kalah oleh grafis Tisna Sanjaya, atau seniman terkemuka lain. Tampak sebuah patung nelayan terbuat dari kardus, di bawahnya tertulis ”Mengkonon Cah, Nasibe Wong Nelayan” atau pada karya sebuah parahu yang ditumpangi singa, tertuliskan ”Awas Wong Mundu Arep Lewat’, dan sebuah becak hias yang ditulisi ”Permainan Rakyat Nalayan Dibunuh Ekonomi”, serta berbagai karya lainnya.
Karya-karya itu diarak sepanjang 5 km, dari Keraton Kasepuhan menuju Mundu Pesisir, sepanjang jalan, warga Cirebon tak henti-hentinya menyambut kedatangan rombongan helaran.
Sekitar pukul 09.00 WIB, semua nelayan sudah berkumpul di Mundu, semua warga perkampungan nelayan Mundu, perkampungan Mundu yang dihuni 400 rumah itu menjadi hiruk-pikuk, sebuah pesta rakyat yang benar-benar memberi sentuhan demokrasi budaya, katakanlah semacam interupsi hidup keseharian mereka, penyegaran daya cipta dan pembangunan kembali solidaritas, nilai-nilai budaya saat itu hadir dan semua lapisan masyarakat mendapatkan tempat untuk aktualisasai diri.
Sebanyak 300 perahu mulai beringsut dari daratan menuju tengah laut, tiap-tiap perahu ditumpangi 10—15 orang. Ki Dalang Tomo dari Desa lain memainkan wayang kulit dengan irirngan Kidung Bedug Basuh, sebuah doa pengantar atas keselamatan para penumpang perahu. Setelah itu, semua perahu menuju tengah laut. Iring-iringan ditimpali doa, kidung, dan musik Tarling obrog, semua komposisi musik pesisir dimainkan sempurna.
Tibalah saatnya, upacara ritual Labuh Saji dimulai. Kumandang azan mengawalinya, lalu doa keselamatan dan diakhiri dengan membuang kepala kerbau, buah-buahan, serta makanan serta minuman ke lautan luas itu. Upacara ini menurut Khaerun, salah seorang sesepuh Mundu kepada penulis saat bincang-bincang di atas perahu di lautan bebas usaia upacara, merupakan bentuk upacara rasa sukur kepada Tuhan YME, atas limpahan tangkapan ikan serta permohonan keselamatan di laut. Sesampai kembali di daratan, semua warga melakukan ritual konsumsi bersama dan pencucian perahu.
Perkembangan teknologi memang telah menyusutkan peran historis kawasan pesisir. Namun, tradisi mereka begitu kuat, kepekaan dan keterbukaan mereka atas kecanggihan teknologi tidak lantas membuat mereka ”mabuk daratan”, laut tetap menjadi tumpuan harapan.
Lewat Labuh Saji, pandangan masyarakat tiap tahun memantapkan diri mereka untuk tetap bertahan di lautan, dan labuh saji menjadi semacam festival rakyat yang menggabungkan berbagai elemen masyarakat. Semua pihak, telah mematri bagian bagian sejarah budaya kuat itu, sebuah sarana perdamaian, mempertahankan martabat keakuan manusia. Dan mereka telah merayakan laut menghormati tanah, sejak 11 – 17 Juli 2003, dua panggung di perkampungan nelayan Mundu, membuat pertunjukan seni tradisi, sejak pagi hingga malam, semuanya merupakan refleksi rasa syukur pada Ilahi. ***
Copyright © Sinar Harapan 2003
http://www.sinarharapan.co.id/hiburan/budaya/2003/0726/bud2.html

Berita dibuang sayang

DISPERINDAG PAMERKAN KERAJINAN ETNIK CIREBON
Cirebon, 1/12 (ANTARA) - Dinas Perindutrian dan Perdagangan (Disindag) kota Cirebon memamerkan produk kerajinan etnik Cirebon buah karya 20 warga binaannya mulai tanggal 1 hingga 4 Desember 2009.
Kepala Disindag Kota Cirebon Rohaedy Yoedhy mengatakan, pameran tersebut tujuannya sebagai tantangan untuk warga binaannya menampilkan produk kerajinannya kepada masyarakat luas.
"Kami punya 100 warga binaan yang menghasilkan produk kerajinan yang inovatif dan khas Cirebon. Pameran ini sebagai tantangan untuk para perajin untuk menampilkannya ke masyarakat luas, dan jika responnya baik maka besar kemungkinan hasil karyanya akan ditampilkan ke tingkat yang lebih luas lagi," kata Yoedhy, Selasa .
Sejumlah produk kerajinan khas Cirebon yang ditampilkan dalam pameran tersebut yang merupakan produk unggulan warga binaannya seperti batik, ukiran kayu, lampu hias fiber, lukisan kaca, topeng dan sejumlah makanan ringan khas cirebon.
Pameran yang digelar di halaman kantor Disperindag di Jl Dr Cipto Mangunkusumo Kota Cirebon tersebut memilik 10 saung yang diisi oleh barang-barang kerajinan hasil karya dua orang perajin.
Selain menghadirkan berbagai produk kerajinan khas Cirebon, pameran tersebut juga dimeriahkan oleh pertunjukan kesenian tradisional khas Cirebon seperti tari topeng, tarling dan sintren.
"Untuk jam-jam tertentu, kami menampilkan juga kesenian khas Cirebon agar bisa menarik masyarakat Cirebon untuk datang ke pameran," kata Halimi, Kasi Industri Logam, Mesin, Elektronik dan Aneka Disindag Kota Cirebon sekaligus ketua panitia pameran saat di lokasi pameran.
Bahkan agar masyarakat tertarik terhadap kebudayaan Cirebon, Halimi telah mengagendakan setiap perajin mempertontonkan keahliannya dalam menciptakan kreasinya.
"Mudah-mudahan ada ketertarikan dari para pengunjung sehingga ingin belajar membuat kerajinan khas Cirebon sehingga keberadaannya tetap lestari," katanya.

(T.PSO-059/B/Y003/Y003) 01-12-2009 16:48:29
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail-terkini.php?id=23673
Selasa, 01 Desember 2009 16:49

Kesenian dan Tradisi Khas Cirebon



Tari topeng adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon pada awalnya, Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon, terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena memiliki pedang Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian.
Berawal dari keputusan itulah kemudian terbentuk kelompok tari, dengan Nyi Mas Gandasari sebagai penarinya. Setelah kesenian itu terkenal, akhirnya Pangeran Welang jatuh cinta pada penari itu, dan menyerahkan pedang Curug Sewu itu sebagai pertanda cintanya. Bersamaan dengan penyerahan pedang itulah, akhirnya Pangeran Welang kehilangan kesaktiannya dan kemudian menyerah pada Sunan Gunung Jati. Pangeran itupun berjanji akan menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati yang ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang menjadi Pangeran Graksan. Seiring dengan berjalannya waktu, tarian inipun kemudian lebih dikenal dengan nama Tari Topeng dan masih berkembang hingga sekarang
Dalam tarian ini biasanya sang penari berganti topeng hingga tiga kali secara simultan, yaitu topeng warna putih, kemudian biru dan ditutup dengan topeng warna merah. Uniknya, tiap warna topeng yang dikenakan, gamelan yang ditabuh pun semakin keras sebagai perlambang dari karakter tokoh yang diperankan. Tarian ini diawali dengan formasi membungkuk, formasi ini melambangkan penghormatan kepada penonton dan sekaligus pertanda bahwa tarian akan dimulai. Setelah itu, kaki para penari digerakkan melangkah maju-mundur yang diiringi dengan rentangan tangan dan senyuman kepada para penontonnya.
Gerakan ini kemudian dilanjutkan dengan membelakangi penonton dengan menggoyangkan pinggulnya sambil memakai topeng berwarna putih, topeng ini menyimbolkan bahwa pertunjukan pendahuluan sudah dimulai. Setelah berputar-putar menggerakkan tubuhnya, kemudian para penari itu berbalik arah membelakangi para penonton sambil mengganti topeng yang berwarna putih itu dengan topeng berwarna biru. Proses serupa juga dilakukan ketika penari berganti topeng yang berwarna merah. Uniknya, seiring dengan pergantian topeng itu, alunan musik yang mengiringinya maupun gerakan sang penari juga semakin keras. Puncak alunan musik paling keras terjadi ketika topeng warna merah dipakai para penari.
Setiap pergantian warna topeng itu menunjukan karakter tokoh yang dimainkan, misalnya warna putih. Warna ini melambangkan tokoh yang punya karakter lembut dan alim. Sedangkan topeng warna biru, warna itu menggambarkan karakter sang ratu yang lincah dan anggun. Kemudian yang terakhir, warna merah menggambarkan karakter yang berangasan (temperamental) dan tidak sabaran. Dan busana yang dikenakan penari biasanya selalu memiliki unsur warna kuning, hijau dan merah yang terdiri dari toka-toka, apok, kebaya, sinjang, dan ampreng
Jika anda berminat untuk menyaksikan tarian yang dimainkan oleh satu atau beberapa orang penari cantik, seorang sinden, dan sepuluh orang laki-laki yang memainkan alat musik pengiring, di antaranya rebab, kecrek, kulanter, ketuk, gendang, gong, dan bendhe ini, silakan datang saja ke Cirebon. Tarian ini biasanya akan dipentaskan ketika ada acara-acara kepemerintahan, hajatan sunatan, perkawinan maupun acara-acara rakyat lainnya

2. Sintren

 
Di tengah-tengah kawih, muncullah Sintren yang masih muda belia. Yang konon haruslah seorang gadis, karena kalau Sintren dimainkan oleh wanita yang sudah bersuami, maka pertunjukan dianggap kurang pas. Kemudian sintren diikat dengan tali tambang mulai leher hingga kaki, sehingga secara logika, tidak mungkin Sintren dapat melepaskan ikatan tersebut dalam waktu cepat. Lalu Sintren dimasukan ke dalam sebuah carangan (kurungan) yang ditutup kain, setelah sebelumnya diberi bekal pakaian pengganti. Gamelan terus menggema, dua orang yang disebut sebagai pawang tak henti-hentinya membaca doa dengan asap kemenyan mengepul. Dan Juru kawih pun terus berulang-ulang nembang.
Ketika kurungan dibuka, anehnya sang sintren telah berganti busana lengkap dengan kaca mata hitam. Setelah itu sang sintren pun akan menari. Tarian sintren sendiri lebih mirip orang yang ditinggalkan rohnya. Terkesan monoton dengan gesture yang kaku dan kosong. Dan disinilah uniknya kesenian ini. Ketika sang sintren menari, para penonton akan melemparkan uang logam ke tubuh sang penari. Ketika uang logam itu mengenai tubuhnya, maka penari sintren pun akan pingsan dan baru akan bangun kembali setelah diberi mantra-mantra oleh sang pawang.
Setelah bangun kembali, sang penari sintren pun meneruskan kembali tariannya sampai jatuh pingsan lagi ketika ada uang logam yang mengenai tubuhnya. Dan konon, ketika menari tersebut, pemain sintren memang dalam keadaan tidak sadar alias kerasukan. Misteri ini hingga kini belum terungkap, apakah betul seorang Sintren berada dibawah alam sadarnya atau hanya sekadar untuk lebih optimal dalam pertunjukan yang jarang tersebut. Terlepas dari ada tidaknya unsur magis dalam kesenian ini, tetap saja kesenian ini cukup menarik untuk disaksikan.
Bagi anda yang tertarik ingin mementaskan kesenian ini di daerah anda, setidaknya di Cirebon ada dua grup Sintren yang masih eksis dan produktif, masing masing pimpinan Ny. Nani dan Ny. Juju, yang beralamat di Jl. Yos Sudarso, Desa Cingkul Tengah, Gang Deli Raya, Cirebon, Jawa Barat. Kedua kelompok ini sering diundang pentas di berbagai kota di Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri

Seni Gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali di Cirebon. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Cirebon. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah. Untuk pastinya kapan kesenian ini mulai berkembang di Cirebon tak ada yang tahu pasti. Yang jelas kesenian Gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian terbang hidup cukup lama di daerah tersebut.Gembyung merupakan jenis musik ensambel yang di dominasi oleh alat musik yang disebut waditra. Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian Gembyung yang tidak menggunakan waditra tarompet
Setelah berkembang menjadi Gembyung, tidak hanya eksis dilingkungan pesantren, karena pada gilirannya kesenian ini pun banyak dipentaskan di kalangan masyarakat untuk perayaan khitanan, perkawinan, bongkar bumi, mapag sri, dan lain-lain. Dan pada perkembangannya, kesenian ini banyak di kombinasikan dengan kesenian lain. Di beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian Gembyung telah dipengaruhi oleh seni tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagu-lagu Tarling dan Jaipongan yang sering dibawakan pada pertunjukan Gembyung. Kecuali Gembyung yang ada di daerah Argasunya, menurut catatan Abun Abu Haer, seorang pemerhati Gembyung Cirebon sampai saat ini masih dalam konteks seni yang kental dengan unsur keislamannya. Ini menunjukkan masih ada kesenian Gembyung yang berada di daerah Cirebon yang tidak terpengaruh oleh perkembangan masyarakat pendukungnya.
Kesenian Gembyung seperti ini dapat ditemukan di daearah Cibogo, Kopiluhur, dan Kampung Benda, Cirebon. Alat musik kesenian Gembyung Cirebon ini adalah 4 buah kempling (kempling siji, kempling loro, kempling telu dan kempling papat), Bangker dan Kendang. Lagu-lagu yang disajikan pada pertunjukan Gembyung tersebut antara lain Assalamualaikum, Basmalah, Salawat Nabi dan Salawat Badar. Busana yang dipergunakan oleh para pemain kesenian ini adalah busana yang biasa dipakai untuk ibadah shalat seperti memakai kopeah (peci), Baju Kampret atau kemeja putih, dan kain sarung. 

4. Lukisan Kaca


Konon sejak abad ke 17 Masehi, Lukisan Kaca telah dikenal di Cirebon, bersamaan dengan berkembanganya Agama Islam di Pula Jawa. Pada masa pemerintahan Panembahan Ratu di Cirebon, Lukisan Kaca sangat terkenal sebagai media dakwah Islam yang berupa Lukisan Kaca Kaligrafi dan Lukisan Kaca Wayang.
Sejalan dengan perkembangan waktu, maka perkembangan Lukisan Kaca masih terasa eksistensinya sebagai Cinderamata Spesifik Khas Cirebon. Mengapa Lukisan Kaca disebut sebagai produk spesifik? Karena Lukisan Kaca Cirebon dilukis dengan teknik melukis terbalik, kaya akan gradasi warna dan harmonisasi nuansa dekoratif serta menampilkan ornamen atau ragam hias Motif Mega Mendung dan Wadasan yang kita kenal sebagai Motif Batik Cirebon

5. Batik


Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya Batik Cap yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak Mega Mendung, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki

Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix.. Bangsa Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisional tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.
Sumber : http://fahmina.or.id/kecirebonan/seni-dan-tradisi/673-kesenian-dan-tradisi-khas-cirebon.html
Rabu, 05 Agustus 2009 13:50 

Gambar : Google

Beri komentar pada blog ini

AdBrite