Sebagai hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung pesan – pesan terselubung, karena unsur – unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia seperti kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa.
Dalam hubungan itu, tidaklah mengherankan bahwa Tari Topeng Cirebon dapat dijadikan media komunikasi untuk dimanfaatkan secara positif.
Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam, Sultan Cirebon; Syekh Syarif Hidayatulah yang juga seorang anggota Dewan Wali Sanga yang bergelar Sunan Gunung Jati, bekerja sama dengan Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng dan 6 (enam) jenis kesenian lainnya sebagai bagian dari upaya penyebaran agama Islam dan sebagai tontonan dilingkungan Keraton. Adapun Keenam kesenian tersebut adalah Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam, Sultan Cirebon; Syekh Syarif Hidayatulah yang juga seorang anggota Dewan Wali Sanga yang bergelar Sunan Gunung Jati, bekerja sama dengan Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng dan 6 (enam) jenis kesenian lainnya sebagai bagian dari upaya penyebaran agama Islam dan sebagai tontonan dilingkungan Keraton. Adapun Keenam kesenian tersebut adalah Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Jauh sebelum Tari Topeng masuk ke Cirebon, Tari Topeng tumbuh dan berkembang sejak abad 10 –11 M. Pada masa pemerintahan Raja Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu Panji Dewa. Melalui seniman jalanan ( pengamen ) Seni Tari Topeng masuk ke Cirebon dan kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian rakyat setempat.
Dalam perkembangannya di masyarakat umum, Tari Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Topeng Babakan atau dinaan. Adapun kekhususan dari perkembangan Tari Topeng di masyarakat umum tersebut adalah berupa penampilan 5 atau 9 Topeng dari tokoh –tokoh cerita panji.
Pokok - Pokok Tari Topeng
Pokok – pokok Tari Topeng Cirebon ada 9 (sembilan) gerakan yaitu: Adeg – adeg
- Adeg-adeg
- Pasangan
- Capang
- Banting Tangan
- Jangkung Ilo
- Godeg
- Gendut
- Kenyut
- Nindak / Njanda
Kesembilan gerakan tersebut adalah disesuaikan dengan lubang yang terdapat pada tubuh manusia, yaitu sebagai berikut :
- Dua lubang mata
- Dua lubang telinga
- Dua lubang hidung
- Dua lubang pelepasan (depan dan belakang )
- Satu lubang mulut
Arti dari kesembilan gerakan tersebut yaitu :
1. ADEG –ADEG (berdiri ) : Artinya kita harus berdiri dengan kokoh agar tidak tergoyahkan.
2. PASANGAN : Artinya kita senantiasa memberikan suri tauladan kepada orang lain dengan berbuat kebajikan dan kebaikan.
3. CAPANG : Artinya agar kita selalu ringan tangan memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan.
4. BANTING TANGAN : Artinya kita harus senantiasa bekerja keras.
5. JANGKUNGILO : Artinya mengukur keinginan kita dengan kemampuan yang ada.
6. GODEG : Artinya geleng kepala. Maknanya apabila kita melihat saudara kita sesama manusia yang sedang di landa kesusahan kita senantiasa menggelengkan kepala dan kemudian menolongnya sesuai kemampuan.
7. GENDUT : Artinya dalam hidup ini kita jangan gemuk sendiri karena masih banyak saudara – saudara kita yang kekurangan dan hidup dibawah garis kemiskinan.
8. KENYUT : Artinya Kepincut. Maknanya kita harus kepincut kepada hal – hal yang sifatnya positif dan konstruktif.
9. NINDAK / NJANGKA : Artinya bertindak atau berbuat. Maknanya kita senantiasa harus berbuat kepada jalan yang diridhoi Allah SWT.
Jenis-Jenis Topeng
1.Panji :
Menggambarkan kesucian manusia yang baru lahir. Gerakannya halus dan lembut. Tidak seluruh tubuh digerakan.
2. Samba atau Pamindo :
Melambangkan kelincahan manusia dimasa kanak-kanak. Sikapnya lincah dan lucu tetapi juga luwes.
3. Rumyang :
Menggambarkan kehidupan seorang remaja pada masa akil baligh.
4. Tumenggung atau Patih :
Menggambarkan manusia yang sudah menginjak dewasa dan telah menemukan jati dirinya. Sikapnya tegas, berkepribadian, bertanggung jawab dan memiliki jiwa korsa yang Paripurna.
5. Kelana atau Rahwana :
Melambangkan sifat angkara murka yang terdapat dalam manusia.
0 komentar:
Posting Komentar